Thor memandang ia pergi, bingung. Itu adalah perjumpaan yang membingungkan dan misterius, dan itu semua terjadi terlalu cepat. Ia memutuskan ia tidak boleh membiarkan Argon pergi; ia segera mengejarnya.
“Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Thor, segera berusaha menyusul. Argon, menggunakan tongkatnya, berbahan gading tua, berjalan sangat cepat. “Anda tidak menunggu saya, kan?”
“Siapa lagi kalau bukan kau?” tanya Argon.
Thor segera menyusul, mengikutinya ke dalam hutan, meninggalkan tanah terbuka.
“Tapi kenapa saya? Bagaimana Anda tahu saya akan ke sini? Apa yang Anda inginkan?”
“Terlalu banyak pertanyaan,” kata Argon. “Kau berisik. Kau seharusnya mendengarkan saja.”
Thor mengikuti sebagaimana mereka terus masuk ke hutan lebat, berusaha sebaik mungkin untuk tetap diam.
“Kau datang mencari dombamu yang hilang,” kata Argon. “Sebuah upaya yang mulia. Tapi kau buang-buang waktu. Domba itu tidak akan selamat.”
Mata Thor terbelalak.
“Bagaimana Anda bisa mengetahuinya?”
“Aku tahu dunia yang tidak pernah kamu ketahui, nak. Setidaknya, belum.”
Thor bertanya-tanya saat ia mendaki untuk mengejar ketinggalan.
"Kau tidak akan mendengarkan, bagaimanapun. Itu adalah sifatmu. Keras kepala. Seperti ibumu. Kau akan terus mengejar dombamu, bertekad untuk menyelamatkannya. "
Thor memerah karena Argon membaca pikirannya.
"Kau anak yang penuh semangat," tambahnya. "Berkemauan keras. Terlalu bersemangat. Perilaku yang positif. Tapi suatu hari itu mungkin menjadi sebab penderitaanmu. "
Argon mulai mendaki bukit berlumut, dan Thor mengikuti.
“Kau ingin bergabung dengan Legiun Raja.” kata Argon.
“Ya!” jawab Thor, bersemangat. “Apakah ada kesempatan untuk saya? Bisakah Anda mewujudkannya?”
Argon tertawa, suara yang dalam dan hampa yang mengirimkan rasa dingin ke tulang belakang Thor.
“Aku bisa membuat apapun dan tidak ada yang terjadi. Takdirmu sudah tertulis. Tapi itu terserah padamu untuk memilihnya.”
Thor tidak mengerti.
Mereka mencapai punggung bukit, di mana Argon berhenti dan menghadapinya. Thor berdiri hanya beberapa kaki jauhnya, dan energi Argon terbakar melaluinya.
“Takdirmu adalah satu hal penting,” katanya. “Jangan mengabaikannya.”
Mata Thor terbelalak. Takdirnya? Penting? Ia merasa dirinya melambung dengan bangga.
“Saya tidak mengerti. Anda berbicara dengan teka-teki. Mohon, beritahu saya lebih banyak.”
Argon menghilang.
Mulut Thor menganga. Ia melihat segala arah, mendengarkan, bertanya-tanya. Apakah ia hanya melamunkan itu semua? Apakah itu khayalan?
Thor berbalik dan memeriksa hutan; dari sudut pandangnya ini, tinggi di punggung bukit, ia bisa melihat lebih jauh dari sebelumnya. Saat ia melihat, ia melihat gerakan di kejauhan. Ia mendengar suara dan merasa yakin itu dombanya.
Ia tersandung menuruni punggungan berlumut dan bergegas ke arah suara, kembali melalui hutan. Saat ia pergi, ia tidak bisa melupakan pertemuannya dengan Argon. Ia hampir tidak bisa membayangkan itu terjadi. Apa yang Druid Raja lakukan di sini, di tempat terpencil ini? Dia telah menunggunya. Tapi mengapa? Dan apa yang dia maksud tentang takdirnya?
Semakin Thor berusaha menguraikannya, ia semakin tidak mengerti. Argon telah memperingatkannya untuk tidak melanjutkan upayanya sekaligus menggodanya untuk melakukannya. Sekarang, saat ia sudah pergi, Thor merasakan peningkatan rasa pada firasatnya, seperti jika sesuatu yang penting akan terjadi.
Ia berbalik di sebuah tikungan dan berhenti kedinginan di tengah jalan saat nampak pemandangan depannya. Semua mimpi terburuknya dikukuhkan dalam satu saat. Rambutnya berdiri tegak, dan dia menyadari bahwa dia telah membuat kesalahan besar datang sejauh ini ke Darkwood.
Di hadapannya, nyaris tiga puluh langkah jauhnya, adalah Sybold. Raksasa, berotot, berdiri merangkak, hampir seukuran kuda, itu adalah binatang yang paling ditakuti di Darkwood, bahkan mungkin di kerajaan. Thor belum pernah melihat salah satunya, tetapi telah mendengar legenda itu. Makhluk ini mirip singa, tapi lebih besar, lebih lebar, kulitnya yang merah dalam dan matanya kuning bercahaya. Legenda menceritakan bahwa warna merah itu berasal dari darah anak yang tidak bersalah.
Thor telah mendengar tentang beberapa penampakan binatang ini seluruh hidupnya, dan bahkan yang dianggap tak masuk kal. Mungkin itu karena tidak ada yang pernah benar-benar selamat setelah bertemu dengannya. Beberapa menganggap Sybold sebagai Dewa Hutan, dan sebagai sebuah pertanda. Apa arti pertanda itu, Thor tidak tahu.
Ia mengambil langkah mundur dengan hati-hati.
Sybold, rahangnya yang besar setengah terbuka, taringnya meneteskan air liur, menatap kembali dengan mata kuning. Dalam mulutnya domba Thor hilang: berteriak, menggantung terbalik, setengah tubuhnya tertusuk taring. Domba itu sudah hampir mati. Sybold tampaknya bersenang-senang menghabiskan waktu untukmembunuh; makhluk itu tampak senang menyiksa domba itu.
Thor tidak tahan mendengar erangannya. Domba itu dihentak-hentakkan, tak berdaya, dan ia merasa bertanggung jawab.
Dorongan pertama Thor adalah berbalik dan lari, tapi ia sudah tahu bahwa itu akan sia-sia. Binatang ini bisa berlari lebih cepat dari apapun. Lari hanya akan memancing makhluk itu. Dan dia tidak bisa meninggalkan dombanya mati seperti itu.
Ia berdiri beku dalam ketakutan, dan tahu ia harus segera bertindak.
Gerak refleksnya mengambil alih keadaan. Ia perlahan-lahan mengulurkan tangan ke dalam kantongnya, mengeluarkan batu, dan menempatkannya dalam genggamannya. Dengan tangan gemetar, ia akhirnya, melangkah maju, dan melemparkannya.
Batu meluncur melewati udara dan mencapai sasarannya. Sebuah tembakan yang sempurna. Batu itu menghantam domba pada bola matanya, menembus ke otaknya.
Domba lemas. Mati. Thor telah menghindarkannya dari penderitaan.
Sybold melotot, marah karena Thor telah membunuh mainannya. Makhluk itu perlahan membuka rahang besarnya dan menjatuhkan domba, yang mendarat dengan bunyi gedebuk di tanah hutan. Kemudian mengarahkan padangannya pada Thor.
Makhluk itu geram, suara yang dalam dan jahat yang bangkit dari perutnya.
Diam-diam Thor, dengan jantung berdebar, menggenggam batu lain dalam tangannya, memegangnya erat, dan siap untuk menembak sekali lagi.
Sybold berlari cepat, bergerak lebih cepat dari apapun yang pernah dilihat Thor dalam hidupnya. Thor maju selangkah dan melemparkan batu, berdoa sembari menghantamkannya, tahu ia tidak akan punya waktu untuk melemparkan batu lainnya.
Batu itu mengenai monster itu di mata kanannya, menjatuhkannya. Itu adalah lemparan yang luar biasa, yang akan membuat hewan yang lebih kecil bertekuk lutut.
Tapi ini bukanlah hewan kecil. Monster itu menjadi tidak dapat dihentikan. Ia menjerit kesakitan, tetapi tidak melambatkan gerakannya. Bahkan tanpa satu mata, bahkan dengan batu bersarang di otaknya, ia terus menyerang Thor. Tidak ada yang Thor bisa lakukan.
Sesaat kemudian, binatang itu mengenainya. Itu adalah luka dengan cakar yang besar dan melukai bahunya.
Thor menjerit. Rasanya seperti tiga pisau memotong dagingnya, darah panas memancar langsung dari luka itu.
Binatang itu menjatuhkannya ke tanah, dengan keempat kakinya. Berat makhluk itu sangat besar, seperti gajah berdiri di dadanya. Thor merasa tulang rusuknya yang hancur.
Monster it menolehkan kepalanya, membuka lebar rahangnya untuk menunjukkan taringnya, dan mulai mengarahkannya ke tenggorokan Thor.
Saat hal itu dilakukan, Thor mengulurkan tangan dan meraih lehernya; seperti mencengkram urat