Perjuangan Para Pahlawan. Морган Райс. Читать онлайн. Newlib. NEWLIB.NET

Автор: Морган Райс
Издательство: Lukeman Literary Management Ltd
Серия: Cincin Bertuah
Жанр произведения: Героическая фантастика
Год издания: 0
isbn: 9781632910950
Скачать книгу
berdebat dengan ayahnya. Membantah secara terang-terangan jelas ide buruk.

      Thor kemudian berlari menuju rumah, pergi menuju ke belakang mengambil pedang di tempat penyimpanannya. Ia menemukan tiga pedang milik kakak-kakak. Semuanya sangat indah dan bermahkotakan gagang perak, hadiah berharga dari ayahnya beberapa tahun lalu. Ia mengambil ketiganya, selalu terkejut seperti biasa karena beratnya dan kembali berlari ke luar rumah.

      Ia berlari cepat ke arah ketiga saudaranya, memberikan pedang masing-masing, kemudian membalikkan badan menuju ayahnya.

      “Apa ini, kau tidak memolesnya?” kata Drake.

      Ayahnya memandang Thor marah, namun sebelum ia mengatakan sesuatu, Thor mendahuluinya.

      “Ayah, kumohon. Aku ingin bicara pada Ayah!”

      “Sudah kubilang kau harus memoles – “

      “Kumohon, Ayah!”

      Ayah Thor balas menatapnya. Ia pasti telah melihat keseriusan pada wajah Thor, karena akhirnya ia berkata, “Ada apa?”

      “Aku ingin ikut. Aku ingin bergabung dengan Legiun.”

      Tawa saudara-saudaranya meledak di belakangnya, membuat wajah Thor menjadi merah.

      Tapi ayahnya tidak tertawa; sebaliknya, ia menjadi semakin marah.

      “Benarkah?” tanyanya.

      Thor mengangguk penuh semangat.

      “Aku sudah empat belas tahun, dan aku layak.”

      “Batas umurnya memang empat belas tahun,” ujar Drake congkak di belakangnya. “Jika mereka memilihmu, kau akan jadi yang termuda. Apakah kau pikir mereka akan memilihmu dibandingkan aku yang lima tahun lebih tua darimu?”

      “Kau memang tidak tahu aturan,” tukas Durs. “Kau selalu begitu.”

      Thor membalikkan badan ke arah mereka. “Aku tak bertanya padamu,” katanya.

      Ia memandang ayahnya yang masih mengernyitkan kening.

      “Ayah, kumohon,” katanya. “Biarkan aku mengikutinya. Hanya itu yang kuminta. Aku tahu aku masih kecil, tapi aku akan membuktikannya.”

      Ayahnya menggelengkan kepala.

      “Kau bukan prajurit, Nak. Kau tidak seperti saudara-saudaramu. Kau seorang penggembala. Hidupmu di sini bersamaku. Kau akan kerjakan tugasmu dan lakukan semua dengan baik. Jangan bermimpi terlalu tinggi. Terimalah hidupmu dan belajarlah mencintainya.”

      Thor merasa hatinya hancur ketika ia melihat hidupnya runtuh di depan matanya.

      Tidak, pikirnya. Tidak bisa.

      “Tapi Ayah –“

      “Diam!” ia berteriak, melengking seperti membelah langit. “Cukup. Itu mereka datang. Minggirlah dan jaga sopan santunmu saat mereka di sini.”

      Ayahnya maju ke depan dan dengan satu tangan ditariknya Thor untuk minggir, seakan ia tak ingin melihat Thor. Tangannya yang besar melukai hati Thor.

      Sebuah kerumunan besar datang, dan orang-orang pergi keluar dari rumah mereka, berdiri berjajar di tepi jalan. Sekumpulan debu beterbangan mengelilingi kereta, dan saat mereka tiba, selusin kuda penarik kereta bersuara bak halilintar.

      Mereka datang ke kota bak prajurit bayangan, berhenti di dekat rumah Thor. Kuda-kuda mereka menghentakkan kaki sambil mendengus. Butuh waktu beberapa saat sebelum akhirnya debu menghilang, dan Thor dengan riang mencoba mengintip baju baja dan senjata mereka. Ia tak pernah sedekat ini dengan Kesatuan Perak, dan hatinya berdebar-debar.

      Prajurit yang memimpin pasukan turun dari kudanya. Ia adalah anggota Kesatuan Perak yang sesungguhnya, terbungkus dalam baju zirah berkilauan, pedang panjang di sabuknya. Ia tampak berusia sekitar tiga puluhan tahun, seorang lelaki sejati yang berambut pendek dengan luka di pipi dan hidung bengkok akibat pertempuran. Ia adalah pria bertubuh paling besar yang pernah Thor lihat, dua kali lebih besar daripada lainnya, dengan air muka yang mengatakan bahwa ia adalah pemimpin pasukan itu.

      Prajurit itu melangkah di jalanan berlumpur, alas kakinya berdenting saat ia mendekat ke arah barisan bocah lelaki.

      Lusinan bocah lelaki itu hilir mudik dan berdiri dengan penuh perhatian dan berharap. Bergabung dengan Kesatuan Perak adalah hidup dengan penghargaan, pertempuran, kemahsyuran – diikuti oleh hadiah tanah, gelar dan kekayaan. Dan dengan itu mereka bisa mendapatkan mempelai perempuan terbaik, tanah terpilih, sebuah hidup dengan kejayaan. Semua juga berarti kehormatan untuk keluargamu, dan masuk menjadi anggota Legiun adalah awalnya.

      Thor mengamati kereta besar keemasan itu, dan segera tahu bahwa mereka hanya bisa membawa beberapa orang. Wilayah ini adalah kerajaan yang luas, dan ada banyak kota yang harus mereka datangi. Ia meneguk air ludahnya, menyadari kesempatannya jauh lebih kecil dari yang ia kira. Ia musti mengalahkan semua bocah lelaki – banyak di antara mereka petarung sejati – dan bersama mereka adalah ketiga kakaknya. Ia menjadi putus asa.

      Thor merasa sulit bernafas ketika si prajurit melangkah dengan tenang, meneliti kerumunan yang menanti penuh harap. Ia memulainya dengan melangkah di sisi jalan yang lebih jauh, kemudian berjalan mengelilingi mereka perlahan. Thor tentu saja mengenali semua bocah lainnya. Ia juga tahu beberapa dari mereka diam-diam tak ingin terpilih, meskipun keluarga mereka menginginkannya. Mereka takut menjadi prajurit bernasib malang.

      Thor merasa terhina. Ia merasa dirinya pantas untuk terpilih seperti lainnya. Hanya karena para kakaknya lebih tua, besar dan kuat bukan berarti dia tak punya hak untuk tampil dan terpilih. Ia terbakar rasa benci pada ayahnya yang hampir saja membakar kulitnya ketika si prajurit mulai mendekat.

      Si prajurit berhenti untuk pertama kali di depan para kakaknya. Ia melihat mereka dari atas ke bawah, dan tampak tertarik. Ia merentangkan tangan, meraih salah satu sarung pedang mereka dan merenggutnya, seperti hendak mengetahui seberapa kuat pedang itu.

      Senyumnya mengembang.

      “Kau belum pernah memakai pedang ini untuk bertarung, bukan?” tanyanya pada Drake.

      Thor melihat Drake gugup untuk pertama kali seumur hidupnya. Drake menelan ludah.

      “Tidak, Tuan. Tapi saya pernah menggunakannya beberapa kali saat latihan, dan saya berharap untuk – “

      “Saat latihan!”

      Si prajurit tertawa keras dan membalikkan tubuh ke prajurit lainnya, yang kemudian ikut menertawakan Drake.

      Wajah Drake merah padam. Itu adalah pertama kalinya Thor melihat Drake merasa dipermalukan – karena biasanya Drakelah yang mempermalukan orang lain.

      “Jadi aku harus mengingatkan musuh untuk takut padamu – yang hanya mengayunkan pedangnya untuk latihan!”

      Gerombolan prajurit itu lalu tertawa lagi.

      Prajurit itu kemudian berpaling pada kakak Thor lainnya.

      “Tiga bocah dari keluarga yang sama,” katanya sambil menggosok cambang di dagunya. “Bisa berguna. Kalian semua punya postur tubuh yang bagus, meski belum tentu layak. Kalian perlu banyak berlatih jika ingin lolos.”

      Ia berhenti sejenak.

      “Sepertinya masih ada ruang.”

      Ia mengangguk ke arah kereta di belakangnya.

      “Masuk, dan cepatlah. Sebelum aku berubah pikiran.”

      Ketiga kakak Thor berlari cepat ke arah kereta dengan wajah berseri-seri. Thor melihat wajah ayahnya pun turut gembira.

      Tapi Thor merasa kecewa ketika melihat mereka pergi.

      Si prajurit membalikkan badan dan melangkah menuju rumah berikutnya. Thor merasa tak tahan lagi.

      “Tuan!” seru Thor.

      Ayahnya membalikkan tubuh dan menatapnya, tapi Thor tak peduli.

      Si prajurit menghentikan langkahnya, kemudian memutar punggungnya.

      Thor maju dua langkah ke depan, jantungnya berdebar