Perjuangan Para Pahlawan. Морган Райс. Читать онлайн. Newlib. NEWLIB.NET

Автор: Морган Райс
Издательство: Lukeman Literary Management Ltd
Серия: Cincin Bertuah
Жанр произведения: Героическая фантастика
Год издания: 0
isbn: 9781632910950
Скачать книгу
belakang. Ia mendarat di jerami dan mengubur dirinya di dalamnya. Untungnya, sang pengemudi tidak melihatnya. Thor tidak tahu pasti apakah gerobak itu menuju ke Istana Raja, tapi gerobak itu menuju ke arah itu, dan sebuah gerobak seukuran ini, dan dengan dengan tanda-tanda semacam ini, bisa jadi menuju ke beberapa tempat lain.

      Saat Thor berkendara sepanjang malam, ia tetap terjaga selama beberapa jam, memikirkan pertemuannya dengan Sybold. Dengan Argon. Tentang takdirnya. Bekas rumahnya. Ibunya. Ia merasa bahwa alam semesta telah menjawabnya, berkata padanya bahwa ia mempunyai takdir yang lain. Ia berbaring di sana, tangan terlipat di belakang kepala, dan menatap langit malam melalui kain penutup gerobak yang compang-camping. Ia mengamati alam semesta, begitu cerah, bintang merah yang sangat jauh berkelap-kelip. Ia gembira. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia melakukan suatu perjalanan. Dia tidak tahu ke mana, tapi ia melakukannya. Dengan cara apapun ia akan sampai ke Istana Raja

      Ketika Thor membuka matanya hari sudah pagi, cahaya menerobos masuk, dan ia sadar gerobaknya akan berhenti. Ia duduk dengan cepat, melihat ke sekeliling, mencaci-maki dirinya sendiri karena tertidur. Ia harusnya lebih waspada – ia beruntung ia tidak ketahuan.

      Gerobak itu masih bergerak, tetapi bergoncang kuat. Yang hanya bisa berarti satu hal: jalan yang dilaluinya lebih baik dari sebelumnya. Mereka pasti mengarah ke sebuah kota. Thor memandang ke bawah dan melihat seberapa mulus jalan itu, tanpa bebatuan, dari parit, dan dilapisi dengan warna putih halus. Jantungnya berdetak lebih cepat; mereka mendekati Istana Raja.

      Thor melihat ke belakang gerobak dan sangat bersuka cita. Jalanan rapi penuh dengan aktivitas. Puluhan gerobak, dari segala bentuk dan ukuran dan membawa segala macam benda, memenuhi jalan. Satu sarat dengan bulu; lain dengan karpet; sedangkan yang lain dengan ayam. Di antara mereka berjalan ratusan pedagang, beberapa ternak utama, yang lain membawa keranjang barang di atas kepala mereka. Empat orang membawa seikat sutra, menyeimbangkan mereka di tiang. Itu adalah barisan rakyat, semua mengarah ke satu tujuan.

      Thor merasa gembira. Ia belum pernah melihat begitu banyak orang sekaligus, begitu banyak barang, begitu banyak yang kehidupan. Ia telah berada di desa kecil sepanjang hidupnya, dan sekarang ia berada dalam sebuah pusat kegiatan, tenggelam dalam umat manusia.

      Ia mendengar suara keras, gemerincing rantai, hempasan sepotong besar kayu, begitu kuat sampai tanah bergetar. Beberapa saat kemudian terdengar suara yang berbeda, dari kuku kuda yang berketeplak-keteplok pada kayu. Dia menunduk dan menyadari mereka melintasi jembatan; di bawah mereka melewati parit. Sebuah jembatan gantung.

      Thor menyembulkan kepalanya keluar dan melihat pilar batu besar, gerbang besi berduri di atasnya. Mereka sedang melewati Gerbang Raja.

      Itu adalah gerbang terbesar yang pernah ia lihat. Ia mendongak menatap tonggak, khawatir seandainya tonggak itu jatuh, tonggak itu akan memotong ia menjadi separuh. Ia menemukan empat anggota Kesatuan Perak menjaga pintu masuk, dan jantungnya berdetak lebih cepat.

      Mereka melintasi lorong batu yang panjang, beberapa saat kemudian langit terbuka lagi. Mereka berada di dalam Istana Raja.

      Thor sulit memercayainya. Bahkan ada lebih banyak aktivitas di sini, tampaki ribuan orang berdesak-desakan ke semua arah. Ada hamparan rumput yang luas, dipotong dengan sempurna, dan bunga-bunga bermekaran di mana-mana. Jalan melebar, dan di samping itu adalah bilik, pedagang, dan bangunan batu. Dan di tengah-tengah semua ini, pasukan Raja. Para Prajurit, dihiasi dengan baju zirah. Thor telah berhasil.

      Dalam kegembiraannya, ia tanpa sadar berdiri; saat ia melakukannya, gerobak berhenti, membuatnya jatuh ke belakang, punggungnya terhempas dalam. Sebelum dia bisa bangkit, ada suara kayu diturunkan, ia mendongak dan melihat seorang pria tua yang marah, botak, berpakaian compang-camping dan cemberut. Kusir gerobak menggapaikan tangannya, mencengkeram pergelangan kaki Thor dengan yang tangan kurus, dan menyeretnya ke luar.

      Thor melayang, mendarat dengan keras pada punggung di jalan tanah, menimbulkan awan debu. Gelak tawa muncul mengelilinginya.

      “Kali lain kau naik gerobakku, nak, kau akan dipenjara! Kau beruntung aku tidak memanggil ksatria Perak sekarang!”

      Pria tua itu berbalik dan meludah, kemudian segera kembali ke gerobaknya dan melecut kuda-kudanya.

      Malu. Thor perlahan memperoleh keberaniannya dan berdiri. Ia memandang ke sekeliling. Satu atau dua orang lewat tertawa kecil, dan Thor membalas dengan cibiran sampai mereka memalingkan muka. Ia membersihkan kotoran dan mengusap lengannya; harga dirinya terluka, tapi bukan tubuhnya.

      Semangatnya kembali saat ia melihat ke sekeliling, takjub, dan menyadari ia seharusnya gembira bahwa paling tidak ia berhasil sampai sejauh ini. Sekarang saat ia keluar dari gerobak, ia bisa melihat ke sekeliling dengan bebas, dan itu adalah pemandangan yang luar biasa: istana Raja terhampar sejauh mata memandang. Di pusatnya terletak istana batu yang menakjubkan, dikelilingi dengan benteng dinding batu yang menjulang dengan puncaknya dinding jembatan, di atasnya, di mana-mana, berpatroli prajurit Raja. Semua di sekelilingnya adalah lapangan hijau, diperlihara dengan sempurna, bangunan batu, air mancur, rumpun pepohonan. Ini adalah sebuah kota. Dan dibanjiri dengan manusia.

      Di mana-mana mengalir segala macam orang – pedagang, prajurit, orang-orang terkemuka - semua orang bergegas. Thor butuh beberapa menit untuk memahami bahwa sesuatu yang istimewa yang terjadi. Saat ia berjalan santai bersama, ia melihat persiapan yang dibuat - kursi ditempatkan, altar didirikan. Tampaknya seperti mereka sedang menyiapkan pernikahan.

      Jantungnya berdetak kencang saat melihat, di kejauhan, jalur turnamen, dengan jalan tanah yang panjang dan dibatasi tali. Di lapangan lain, ia melihat prajurit melemparkan tombak pada target yang jauh; yang lain, pemanah membidik jerami. Tampaknya di mana-mana ada permainan dan kontes. Ada juga musik: kecapi dan seruling dan simbal, sekelompok musisi berkeliaran; dan anggur, tong-tong besar yang digulirkan; dan makanan, meja sedang dipersiapkan, perjamuan membentang sejauh mata memandang. Seolah-olah ia tiba di tengah-tengah perayaan besar.

      Saat takjub karena semua ini, Thor merasakan desakan untuk menemukan Legiun. Ia sudah terlambat, dan ia harus membuat dirinya diijinkan untuk bergabung.

      Ia segera menuju orang pertama yang ia lihat, seorang pria tua yang nampaknya, berdasarkan celemek bernoda darahnya, adalah seorang tukang daging, bergegas turun ke jalan. Semua orang di sini sedang tergesa-gesa.

      “Permisi, tuan,: kata Thor, meraih lengannya.

      Pria itu menatap tangan Thor dengan sikap meremehkan.

      “Ada apa, nak?”

      “Saya mencari Legiun Raja. Apa Anda mengetahui di mana mereka berlatih?”

      “Apa aku terlihat seperti peta?” pria itu mendesis, dan bergegas pergi.

      Thor terkejut dengan kekasarannya.

      Ia segera menuju ke orang berikutnya yang ia lihat, seorang wanita yang menguleni adonan di sebuah meja panjang. Ada beberapa wanita di meja ini, semua bekerja keras, dan Thor menduga salah satu dari mereka pasti tahu.

      “Permisi, nona,” katanya. “Apakah Anda tahu di mana Legiun Raja berlatih?”

      Mereka melihat satu sama lain dan tertawa kecil, beberapa dari mereka lebih tua sekian tahun darinya.

      Yang tertua berbalik dan menatapnya.

      “Kamu mencari di tempat yang salah,” katanya. “Di sini kami menyiapkan untuk perayaan.”

      “Tapi saya diberitahu bahwa mereka berlatih di Istana Raja,” kata Thor, bingung.

      Wanita-wanita itu tergelak lagi. Yang tertua meletakkan tangannya di pinggul menggelengkan kepala.

      “Kamu bertingkah seperti ini adalah pertama kalinya di Istana Raja. Apa kamu tidak tahu seberapa besar Istana Raja itu?”

      Thor memerah saat wanita lain tertawa, maka akhirnya bergegas pergi. Dia tidak suka diolok-olok.

      Ia melihat di depannya ada selusin jalan, memutar dan berbelok setiap jalan melalui Istana Raja. Di antara tembok batu ada paling tidak lusinan pintu masuk. Ukuran dan cakuoan tempat ini membingungkan. Ia terbenam dalam perasaan bahwa ia bisa mencari selama berhari-hari dan masih belum menemukannya.

      Sebuah