1:4.4 (26.6) Kita terus menerus diperhadapkan pada misteri Tuhan ini; kita tercengang oleh meningkatnya pengungkapan panorama tanpa akhir dari kebenaran tentang kebaikan yang tanpa batas, rahmat yang tanpa akhir, hikmat yang tanpa banding, dan karakter-Nya yang agung itu.
1:4.5 (26.7) Misteri ilahi itu terdiri dalam perbedaan melekat yang ada antara yang terbatas dan yang tanpa batas, yang sementara dan yang kekal, makhluk ruang-waktu dan Pencipta Semesta, yang material dan yang spiritual, ketidak-sempurnaan manusia dan kesempurnaan Deitas Firdaus. Tuhan kasih semesta itu tidak pernah gagal mewujudkan diri-Nya kepada setiap makhluk-Nya hingga kepenuhan kapasitasnya makhluk itu untuk secara rohani menangkap kualitas-kualitas kebenaran, keindahan, dan kebaikan ilahi.
1:4.6 (27.1) Kepada setiap sosok roh dan kepada setiap makhluk fana dalam setiap dunia dan setiap dunia di alam semesta segala alam-alam semesta, Bapa Semesta mengungkapkan semua dari diri-Nya yang rahimi dan ilahi itu apa yang bisa dilihat dan dipahami oleh sosok-sosok roh itu dan oleh makhluk-makhluk fana itu. Tuhan tidak pilih kasih, baik itu pribadi rohani ataupun jasmani. Kehadiran ilahi yang dinikmati setiap anak alam semesta itu pada suatu saat tertentu hanya dibatasi oleh kapasitas makhluk tersebut untuk menerima dan untuk melihat keadaan-keadaan sebenarnya roh dari alam supramaterial.
1:4.7 (27.2) Sebagai suatu realitas dalam pengalaman rohani manusia, Tuhan itu bukan suatu misteri. Tetapi jika upaya dilakukan untuk menjelaskan realitas-realitas dari alam roh itu kepada pikiran fisik dari golongan jasmani, muncullah misteri: misteri yang demikian halus dan demikian mendalam sehingga hanya pemahaman-iman dari manusia yang mengenal-Tuhan itu yang dapat mencapai mujizat filosofis tentang pengenalan Yang Tanpa Batas oleh yang terbatas, pemahaman Tuhan yang kekal oleh manusia yang berevolusi dalam dunia-dunia jasmani ruang dan waktu.
5. Kepribadian Bapa Semesta
1:5.1 (27.3) Jangan mengizinkan kebesaran Tuhan, ketanpa-batasan-Nya itu, menutupi ataupun menghalangi kepribadian-Nya. “Dia yang merancang telinga, masakan Dia tidak mendengar? Dia yang membentuk mata, masakan Dia tidak melihat?” Bapa Semesta adalah puncak kepribadian ilahi; Dia adalah permulaan dan tujuan akhir kepribadian di seluruh ciptaan. Tuhan itu tanpa batas dan juga berpribadi; Dia adalah kepribadian yang tanpa batas. Bapa itu benar-benar suatu kepribadian, meskipun bahwa ketanpa-batasan pribadi-Nya itu menempatkan-Nya untuk selama-lamanya di luar pemahaman penuh makhluk-makhluk yang jasmani dan terbatas.
1:5.2 (27.4) Tuhan itu jauh lebih daripada suatu kepribadian sebagaimana kepribadian itu dimengerti oleh batin pikiran manusia; Dia bahkan jauh daripada semua konsep yang mungkin mengenai suatu suprakepribadian. Tetapi sama sekali sia-sia mendiskusikan konsep kepribadian ilahi yang tidak terpahami seperti itu dengan pikiran-pikiran makhluk-makhluk jasmani yang konsep maksimumnya mengenai realitas keberadaan terdiri dalam ide dan ideal tentang kepribadian. Konsep tertinggi makhluk jasmani yang mungkin mengenai Pencipta Semesta itu tercakup di dalam ideal-ideal rohani mengenai gagasan yang dimuliakan tentang kepribadian ilahi. Oleh sebab itu, walaupun kamu bisa mengetahui bahwa Tuhan haruslah jauh lebih daripada konsepsi manusia mengenai kepribadian, kamu sama-sama tahu juga bahwa Bapa Semesta itu tidaklah mungkin hanya sesuatu yang kurang dari suatu kepribadian yang kekal, tanpa batas, benar, baik, dan indah.
1:5.3 (27.5) Tuhan tidak bersembunyi dari siapa pun makhluk-Nya. Dia tidak dapat didekati oleh demikian banyak golongan makhluk hanya karena Dia “bersemayam dalam terang yang tak terhampiri makhluk jasmani.” Kedahsyatan dan kebesaran kepribadian ilahi itu di luar daya tangkap pikiran tidak sempurna manusia evolusioner. Dia “menakar air laut dengan lekuk tangan-Nya dan mengukur langit (alam semesta) dengan jengkal tangan-Nya. Dialah yang duduk di atas lingkaran bumi, yang membentangkan langit seperti kain tenda dan yang menebarkan mereka sebagai alam semesta untuk didiami.” “Angkatlah matamu ke tempat tinggi dan lihatlah Dia yang telah menciptakan segala sesuatunya ini, yang menampilkan dunia-dunia mereka sesuai bilangannya dan memanggil mereka sesuai nama mereka”; dan maka benarlah bahwa “hal-hal Allah yang tidak kelihatan itu hanya sebagian dipahami oleh hal-hal yang dibuat.” Hari ini, dan sebagaimana adanya kamu, kamu harus melihat Sang Pembuat yang tidak tampak mata itu melalui ciptaan-Nya yang banyak dan beragam, demikian pula melalui pewahyuan dan pelayanan dari para Putra-Nya dan banyak bawahan mereka.
1:5.4 (28.1) Sekalipun manusia jasmani tidak dapat melihat pribadi Tuhan, mereka seharusnya bersukacita dalam kepastian bahwa Dia adalah pribadi; oleh iman menerima kebenaran yang menggambarkan bahwa Bapa Semesta demikian mengasihi dunia sehingga Dia menyediakan untuk kemajuan rohani kekal untuk bagi para penghuninya yang rendah; bahwa Dia “bergirang karena anak-anak-Nya.” Tuhan tidak kekurangan satupun sifat-sifat supramanusiawi dan ilahi sehingga membentuk suatu kepribadian Pencipta yang sempurna, kekal, penuh kasih, dan tanpa batas.
1:5.5 (28.2) Dalam ciptaan-ciptaan lokal (kecuali personalia dari alam-alam semesta super) Tuhan tidak memiliki manifestasi yang pribadi atau yang tinggal menetap di situ selain para Putra Pencipta Firdaus yang adalah para bapa dunia-dunia yang dihuni dan penguasa-penguasa berdaulat alam-alam semesta lokal. Jika iman dari makhluk itu sempurna, ia akan dengan pasti tahu bahwa jika ia telah melihat seorang Putra Pencipta maka ia telah melihat Bapa Semesta; pada waktu mencari Bapa, ia tidak akan bertanya atau berharap untuk melihat yang lain kecuali Sang Putra itu. Manusia fana sama sekali tidak dapat melihat Tuhan sampai dia mencapai selesainya perubahan wujud roh dan benar-benar mencapai Firdaus.
1:5.6 (28.3) Kodrat-kodrat para Putra Pencipta Firdaus itu tidak meliputi semua potensi tanpa batasan dari kemutlakan universal dari kodrat tanpa batas Sumber dan Pusat Besar Pertama, tetapi Bapa Semesta dalam segala hal secara ilahi hadir dalam diri para Putra Pencipta. Bapa dan Putra-putra-Nya itu adalah satu. Para Putra Firdaus dari ordo Mikhael ini adalah kepribadian-kepribadian sempurna, bahkan merupakan pola untuk semua kepribadian alam semesta lokal mulai dari Bintang Fajar yang Terang turun sampai ke makhluk manusia terendah yang berkembang dari evolusi binatang.
1:5.7 (28.4) Tanpa Tuhan dan seandainya bukan karena pribadi-Nya yang akbar dan sentral itu, tidak akan ada kepribadian di seluruh alam-alam semesta luas ini. Tuhan itu adalah kepribadian.
1:5.8 (28.5) Sekalipun bahwa Tuhan itu adalah suatu kuasa yang kekal, hadirat yang agung, ideal yang transenden, dan roh yang mulia, walaupun Dia adalah semuanya ini dan lebih lagi secara tanpa batas, namun Dia sesungguhnya dan selamanya adalah kepribadian Pencipta yang sempurna, suatu pribadi yang dapat “mengenal dan dikenal,” yang dapat “mengasihi dan dikasihi,” dan pribadi yang dapat menjadi sahabat kita; sedangkan kamu dapat dikenal, seperti manusia lain telah dikenal, sebagai sahabat Tuhan. Dia adalah sosok roh yang nyata dan suatu kenyataan rohani.
1:5.9 (28.6) Saat kita melihat Bapa Semesta diwahyukan di seluruh alam semesta-Nya; ketika kita mengamati Dia mendiami makhluk-makhluk-Nya yang amat banyak itu; sementara kita menyaksikan Dia dalam diri pribadi para Putra Daulat-Nya; ketika kita terus merasakan hadirat ilahi-Nya di sana sini, dekat dan jauh, marilah jangan kita meragukan atau mempertanyakan keutamaan kepribadian-Nya. Walaupun ada semua penyebaran yang amat sangat luas ini, namun Dia tetap pribadi yang sejati dan selama-lamanya menjaga hubungan pribadi dengan tak terhitung kawanan makhluk-makhluk-Nya yang berpencar di seluruh alam semesta segala alam-alam semesta.
1:5.10 (28.7) Gagasan mengenai kepribadian Bapa Semesta itu adalah suatu konsep yang diperluas dan lebih benar mengenai Tuhan yang telah datang kepada umat manusia terutama melalui pewahyuan. Akal, hikmat, dan pengalaman beragama semuanya menyimpulkan dan menunjukkan mengenai kepribadian Tuhan, tetapi semua itu tidak mengesahkannya. Bahkan Pelaras Pikiran yang mendiami itu adalah prapribadi. Kebenaran dan kematangan suatu agama itu berbanding lurus dengan konsepnya mengenai kepribadian tanpa batas Tuhan dan dengan pemahamannya tentang kesatuan mutlak Deitas. Maka, gagasan tentang Deitas yang berpribadi menjadi ukuran kematangan keagamaan setelah agama terlebih dahulu merumuskan konsep tentang keesaan Tuhan.
1:5.11 (29.1) Agama primitif memiliki banyak dewata yang berpribadi, dan mereka dibentuk dalam rupa manusia. Pewahyuan menegaskan keabsahan konsep kepribadian Tuhan yang hanya mungkin dalam dalil ilmiah mengenai suatu Sumber Pertama dan hanya diusulkan secara sementara dalam gagasan